Ini Bank Yang Masih Mengucurkan Dana Besar Untuk Bisnis Kotor Batu Bara.

Nasional
muaraenimaktual.com

Di tengah upaya global menekan emisi karbon dan beralih ke energi bersih, Bank Permata (PT Bank Permata Tbk/BNLI) justru tercatat masih mengucurkan pembiayaan besar ke sektor batu bara.

Laporan terbaru dari koalisi Bersihkan Bankmu menempatkan Permata di antara lima bank domestik yang menggelontorkan total US$5,6 miliar untuk proyek batu bara sepanjang periode 2021–2024.

Dari jumlah itu, Permata Bank disebut menyalurkan pinjaman senilai US$230 juta, sebagian untuk pembangunan PLTU mulut tambang Sumsel-8 dan proyek gasifikasi batu bara.

Pendanaan tersebut dinilai berlawanan dengan skenario Net Zero 2050 yang dikeluarkan International Energy Agency (IEA), yang menegaskan tidak diperlukan lagi pembukaan tambang atau pembangkit batu bara baru setelah 2021.

“Sektor batu bara akan semakin berisiko jika harga turun,” tulis Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) dalam laporan yang dikutip koalisi tersebut dilansir dari Bloomberg Technoz.

Penurunan harga global dan transisi energi menjadi dua faktor utama risiko transisi keuangan (climate-related financial risks) bagi bank-bank domestik.

Kredit Tak Sejalan ESG

Temuan Bersihkan Bankmu menunjukkan, meski sejumlah bank regional seperti CIMB Niaga telah menerapkan kebijakan coal exclusion dan menargetkan penurunan eksposur terhadap batu bara hingga 50% pada 2030. Namun Bank Permata belum memiliki kebijakan serupa.

Laporan tersebut menilai Bank Permata belum mengadopsi kebijakan keuangan berbasis sains (science-based finance) yang mendukung target Net Zero.

Pendanaan ke proyek-proyek batu bara juga disebut tidak konsisten dengan prinsip ASEAN Taxonomy for Sustainable Finance, yang mengkategorikan aktivitas pembiayaan terhadap PLTU dan tambang batu bara sebagai “Red Category” artinya tidak sejalan dengan mitigasi perubahan iklim.

Risiko Reputasi dan Tekanan Investor

Koalisi lingkungan menilai kebijakan bank seperti Permata bisa memperbesar risiko reputasi dan kepercayaan investor, terutama ketika korporasi global mulai menghindari rantai pasok berbasis energi kotor.

Kasus Hyundai yang menarik diri dari Adaro karena penggunaan PLTU batu bara disebut sebagai contoh nyata perubahan perilaku pasar.

Selain itu, pelemahan permintaan batu bara global terutama dari China dan India memperburuk prospek jangka panjang sektor ini.

Bank Dunia bahkan memproyeksikan harga batu bara akan turun 27% pada 2025 dan 5% pada 2026, menandakan fase senjakala bagi industri tersebut.

Dorongan untuk Kebijakan Bersih

Laporan Bersihkan Bankmu merekomendasikan agar bank-bank nasional, termasuk Permata, mengadopsi kebijakan keuangan berbasis sains dan menetapkan target penurunan portofolio batu bara secara bertahap sesuai skenario Net Zero 2050.

Langkah ini dinilai penting sebagai safeguard risiko keuangan terkait iklim dan upaya mempertahankan kepercayaan pasar.

“Sudah saatnya bank nasional meninggalkan batu bara dan memprioritaskan pembiayaan hijau,” tulis laporan tersebut.

“Transisi yang terlambat bukan hanya persoalan reputasi, tapi juga risiko keuangan jangka panjang.” tulis laporan tersebut. (Red)