Sidang Korupsi Rp 285 Triliun Di PT PPN, Riva Siahaan Disebut Biang Keladi Skandal Solar Murah Ke Perusahaan, PT Pama Persada Nusantara Terbesar.

Nasional
muaraenimaktual.com.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Agung menilai mantan Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga (PPN), Riva Siahaan, wajib bertanggung jawab atas dugaan tindak pidana korupsi dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang periode 2018–2023 di PT Pertamina (Persero) dan subholding-nya, termasuk Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS).

Jaksa menegaskan, Riva memiliki peran sentral dalam dua klaster kasus, yakni manipulasi tender impor BBM kepada perusahaan Singapura serta penjualan solar non-subsidi di bawah harga dasar kepada 13 perusahaan, salah satunya PT Adaro Indonesia.

“Sehingga dalam pelaksanaan pengadaan impor kilang atau BBM dan penjualan solar non-subsidi, tentu terdakwa wajib bertanggung jawab dan mengendalikan, merencanakan, dan mengoordinasikan kegiatan trading dalam lingkup subholding komersial dan trading untuk kelangsungan bisnis PT Pertamina Patra Niaga,” kata jaksa saat membacakan tanggapan atas eksepsi terdakwa, di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis (23/10/2025) dilansir dari Inilah.com.

Pernyataan tersebut disampaikan untuk menanggapi eksepsi Riva yang berdalih hanya menjalankan tugas pokok dan fungsi (tupoksi) perusahaan di Pertamina yang berdalih tidak melakukan praktik korupsi.

Menurut jaksa, surat dakwaan telah disusun secara cermat dan menjabarkan secara rinci perbuatan Riva berdasarkan alat bukti yang dikumpulkan penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung serta telah disesuaikan dengan unsur pasal yang didakwakan.

“Maka uraian tentang perbuatan-perbuatan yang dilakukan terkait dengan rangkaian proses pengadaan atau tender impor produk kilang atau BBM dan penjualan solar non-subsidi yang termuat dalam surat dakwaan telah sesuai dan telah menguraikan perbuatan terdakwa sesuai dengan unsur-unsur pasal yang didakwakan kepada diri terdakwa,” ucap jaksa.

Manipulasi Tender Impor BBM

Dalam surat dakwaan yang dibacakan pada Kamis (9/10/2025), jaksa menyebut Riva diduga menyetujui usulan bawahannya untuk memenangkan dua perusahaan asing, BP Singapore Pte. Ltd. dan Sinochem International Oil (Singapore) Pte. Ltd., dalam tender impor produk Gasoline RON 90 (Pertalite) dan RON 92 (Pertamax) untuk semester I tahun 2023.

Dalam praktiknya, Edward Corne selaku Manager Import & Export Product Trading membocorkan informasi rahasia berupa “alpha pengadaan” kepada kedua perusahaan tersebut. Ia juga memberikan waktu tambahan kepada BP Singapore untuk menyampaikan penawaran meski batas waktu resmi telah berakhir.

Riva dan eks Direktur Pemasaran Patra Niaga, Maya Kusmaya kemudian menandatangani memorandum penetapan BP Singapore dan Sinochem sebagai pemenang tender tanpa memperhatikan prinsip transparansi dan kompetisi sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri BUMN Nomor PER-08/MBU/12/2019.

Akibat perbuatan tersebut, BP Singapore dan Sinochem diduga menikmati keuntungan tidak sah senilai USD5,74 juta. Sementara negara menanggung kerugian atas pembelian produk kilang di atas harga seharusnya, dengan total kerugian keuangan negara dari tata kelola BBM mencapai USD6,99 juta.

Skandal Solar Murah

Selain impor BBM, Riva juga didakwa menandatangani sejumlah kontrak penjualan solar non-subsidi dengan harga di bawah bottom price bahkan di bawah harga pokok penjualan (HPP). Praktik itu dilakukan dengan alasan menjaga pangsa pasar industri, namun tidak memperhitungkan aspek profitabilitas dan melanggar pedoman tata niaga sebagaimana diatur dalam Pedoman Pengelolaan Pemasaran BBM Industri dan Marine PT Pertamina Patra Niaga No. A02-001/PNC200000/2022-S9.

Menurut jaksa, akibat kebijakan itu perusahaan mengalami kerugian besar akibat penjualan solar dengan harga lebih murah kepada 13 perusahaan besar. Total kerugian negara ditaksir mencapai Rp2,54 triliun, belum termasuk dampak ekonomi lanjutan yang diperkirakan mencapai Rp171 triliun.

1. PT Pamapersada Nusantara (PAMA) – Grup Astra (PT United Tractors Tbk) – Rp958,38 miliar.

2. PT Berau Coal – Sinar Mas Group – Rp449,10 miliar.

3. PT Bukit Makmur Mandiri Utama (BUMA) – Delta Dunia Group (DOID) – Rp264,14 miliar.

4. PT Merah Putih Petroleum – PT Energi Asia Nusantara & Andita Naisjah Hanafiah – Rp256,23 miliar.

5. PT Adaro Indonesia – Adaro Group (keluarga Thohir) – Rp168,51 miliar.

6. PT Ganda Alam Makmur – Titan Group (kerja sama dengan LX International, Korea) – Rp127,99 miliar.

7. PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITM) – Banpu Group (Thailand) – Rp85,80 miliar.

8. PT Maritim Barito Perkasa – Adaro Logistics / Adaro Group – Rp66,48 miliar.

9. PT Vale Indonesia Tbk – Vale S.A (Brasil) – Rp62,14 miliar.

10. PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk – Heidelberg Materials AG (Jerman) – Rp42,51 miliar.

11. PT Purnusa Eka Persada / PT Arara Abadi – Sinar Mas Group (APP / Sinarmas Forestry) – Rp32,11 miliar.

12. PT Aneka Tambang (Antam) Tbk – BUMN (MIND ID) – Rp16,79 miliar.

13. PT Nusa Halmahera Minerals (PTNHM) – PT Indotan Halmahera Bangkit & PT Antam Tbk – Rp14,06 miliar.

Atas perbuatannya, Riva Siahaan didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 karena memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi yang merugikan keuangan negara.

Secara keseluruhan, jaksa menyebut tindak pidana korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang periode 2018–2023 menimbulkan kerugian negara Rp285 triliun. Nilai itu terdiri atas kerugian keuangan negara Rp70,67 triliun, kerugian perekonomian negara Rp171,99 triliun, serta keuntungan ilegal Rp43,27 triliun, dengan total keseluruhan Rp285.951.041.132.745 atau sekitar Rp285 triliun. (RED)