H Edison, Bupati Muara Enim Kembali Dihadirkan Sebagai Saksi Dalam Perkara Pejualan Aset YBS Palembang.

Palembang
muaraenimaktual.com

Fakta persidangan, sering disebut berkali – kali, nama H Edison SH MHum, yakni nama mantan Kepala Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Palembang dalam perkara dugaan korupsi penjualan aset Yayasan Batanghari Sembilan (YBS) Palembang.

Sidang lanjutan Perkara Penjualan aset YBS Palembang tersebut, Jaksa penuntut umum Kejati Sumsel kembali menghadirkan 10 orang saksi di Pengadilan Negeri (PN) Tipikor Palembang, termasuk diantaranya mantan kepala BPN Palembang, yang saat ini merupakan Bupati Kabupaten Muara Enim H Edison SH MHum, Senin (02/06/2025).

Termasuk juga dihadirkan sebagai saksi,Kurniawan kepala Inspektorat Provinsi Sumsel.

Kesepuluh saksi dihadirkan terkait perkara dugaan Korupsi penjualan Aset Yayasan Batang Hari Sembilan (YBS) Palembang.

Sidang yang dipimpin hakim Pitiadi SH MH itu menghadirkan saksi – saksi dari jajaran internal BPN.

Mereka diminta memberikan keterangan terkait peran tiga terdakwa, Harobin Mustofa (mantan Sekda Kota Palembang), Yuherman (mantan Kasi Pemetaan ATR/BPN Palembang), dan Usman Goni, kuasa penjual aset YBS yang terletak di Jalan Mayor Ruslan Palembang.

Dalam persidangan, dihadapan majelis hakim yang diketuai Pitriadi SH MH, Jaksa penuntut umum masih mencecar sejumlah saksi terkait kasus dugaan korupsi tersebut.

Untuk diketahui, dalam persidangan perkara penjualan aset YBS Palembang ini, salah satu saksi, Manata Pasaribu, mengungkap bahwa dirinya pernah dua kali didatangi Genta Septiawan—pegawai P3K BPN Palembang yang saat itu menjadi sekretaris kantor sekaligus ajudan Edison. Genta meminta agar berkas permohonan atas nama Abdul Karim segera diproses.

” Saudara Genta datang pada 7 Juli 2017 dan bilang berkas Abdul Karim ditunggu ‘bapak’. Saya paham maksudnya Pak Edison, jadi saya percepat prosesnya karena percaya itu perintah atasan,” ungkap Manata.

Dalam keterangannya, Genta membenarkan bahwa dirinya memang diminta langsung oleh Edison untuk menanyakan progres berkas Abdul Karim kepada sejumlah seksi di BPN, termasuk Manata, Helwani, Ahmad Zairil, dan Yoke Norita.

“Saya diperintahkan Pak Edison untuk menanyakan sejauh mana proses permohonan sertifikat Abdul Karim,” ujar Genta di hadapan majelis hakim.

Sementara itu, saksi Yoke Norita menyebut adanya dua dokumen sporadik berbeda tahun dalam kasus ini—masing-masing dari tahun 2016 dan 2017.

Ia mengaku sempat memperingatkan agar proses itu ditinjau ulang karena rawan sanggahan, namun tak ada keberatan dari pihak YBS saat itu.

Mantan pegawai BPN lainnya, Ahmad Zairil, yang juga terpidana dalam perkara PTSL 2019, menyatakan bahwa proses sertifikat saat itu tetap berjalan atas instruksi Edison, meski sudah ada sanggahan dari YBS.

” Saya pernah menghadap Pak Edison, saya bilang ada sanggahan dari pihak yayasan, tapi beliau bilang tetap proses karena ada surat dari Polda, meskipun saya tidak melihat surat itu langsung,” jelas Zairil.

Zairil menambahkan, pengurusan sertifikat dilakukan karena dinilai sudah sesuai prosedur dan dilengkapi PNBP. Namun Ia menegaskan hanya menjalankan perintah atasan.

“Saya hanya menjalankan perintah pimpinan. Memang ada sengketa antara Abdul Karim dan YBS, tapi saat itu YBS tidak bisa menunjukkan bukti kepemilikan sah,” pungkas Zairil.

Untuk diketahui dalam perkara ini, sudah terdapat tiga orang terdakwa yakni, Harobin Mustofa mantan Sekretaris Daerah Kota Palembang, Yuherman mantan Kasi Pemetaan dan Pengukuran BPN serta Usman Goni selaku kuasa penjual.

Adapun dalam perkara ini, adapun modus operandi dari para terdakwa terkait Prosedur penerbitan sertifikat tidak sesuai ketentuan, dengan memanipulasi data terhadap objek dan membuat surat keterangan identitas palsu.

Dugaan pelanggaran yang dilakukan sebagaimana Primair : Pasal 2 Ayat (1) jo. Pasal 18 Undang-undang Nomor : 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-undang Nomor : 20 Tahun 2001 Tentang perubahan atas Undang-undang Nomor : 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo.

Pasal 55 Ayat (1) KUHPidana. Subsidair : Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-undang Nomor : 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-undang Nomor : 20 Tahun 2001 Tentang perubahan atas Undang-undang Nomor : 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHPidana.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *